Senin, 10 Desember 2007

Bulan

Walaupun sinarnya bukan sinar hasil dari dirinya sendiri, tetapi ia tak berkeberatan untuk membagi kepada semua yang dapat dibaginya dimalam hari dikala ia sedang purnama. Ia tahu bahwa sumber sinar itu berasal dari sang kakak "Matahari", maka sebab itu ia selalu bergantian dengan si Kakak untuk menyinari alam bumi yang indah ini. Wajahnya yang putih, berseri, terang tetapi tak menyilaukan mata, membuat semua orang merasa tenang dan nyaman berada dibawah sinarnya yang lembut. Acapkali ia dijadikan kata dalam puisi para pujangga, dan tak lupa ia dijadikan timangan anak diwaktu tidur malam. Ia diingat selalu akan kebaikannya, meski ia hanya berbentuk sabit, atau tak muncul dalam semalam pun. Ketika para nelayan kehabisan minyak lampu saat mencari ikan, ketika pencari kodok tersesat dirimba gelap dan ketika energi listrik terpadamkan, maka tanpa meminta sepeserpun ia berikan sinar kepada siapa saja, baik yang butuh ataupun yang belum butuh.

Oh... sungguh indah ia, subhanallah tiada kata kecuali pujian bagi Sang Penciptanya dan alam ini. Ia tak hanyalah sebongkah batu raksasa yang senantiasa berputar mengikuti arah rotasi sang Bumi. Dan ia senantiasa ikhlas menerima sinar dari si Kakak yang memiliki kobaran api yang tak pernah redam. Dan itu ia lakukan sampai akhirnya nanti Kiamat kan menyudahi tradisi kehidupan ini........

Saudaraku,
Tiada kebaikan kecuali dengan keikhlasan,
Tiada keindahan kecuali dengan berbagi,
Tiada kenangan indah kecuali dengan senyuman,
Tiada harta terbuang walau habis disedekahkan,
Tiada kemiskinan walau uang habis terinfakkan,
Tiada kemelaratan walau tanah diwakafkan.

Hanyalah milik Allah semua ini,
Hanyalah kuasa Allah tuk mengambil semua yang kita punya.

Inna sholati, wanusuki, wamahyaya, wamamati
Lillahi robbil 'alamiin

Apalah artinya hidup ini jika tidak dikemas dengan niat ibadah kepada Allah semata
Berbagilah, kerana Allah
Berkorbanlah, kerana Allah
Tersenyumlah, kerana Allah

Dari Allah-lah kita ini berasal
Kerana Allah-lah kita ini beribadah
Kepada Allah-lah kita ini kembali...

Minggu, 09 Desember 2007

Semut...

Si Hitam kecil itu sepertinya tak kenal jemu dan lelah. Kian detik ia langkahkan kaki kecilnya yang lincah tuk meniti dahan yang hanya sebesar tubuhnya. Terkadang terpaan angin dan debu tak berselang waktu terhadap dirinya. Subhanallah, ia tetap tegar dengan beban diatas punggungnya. Terkadang ia harus berhenti rehat sejenak, lalu melaju kembali bagaikan F1 di sirkuit yang licin. Sungguh ramah, sungguh santun dan cekatan. Bertemu tak lupa jabatkan tangan dan saling sapa, berpisah dengan keikhlasan dihatinya. Hingga perjalanan yang sangat panjang pun berakhir dipangkal dahan dan menuju rumah yang nyaman dalam hidupnya. Setelah ia letakkan beban, ia rapikan, kembali ia lanjutkan aktivitas yang seperti biasanya. TANPA JEMU, TANPA LELAH dan TANPA PROTES. Dan tak lupa ia sempatkan ibadah kepada Allah, dalam dzikir langkahnya, dalam dzikir nafasnya dan dalam istirahatnya.

Bagaimana dengan diri kita? Apakah kita sudah tegar dalam perjalanan hidup ini? Menghadapi ujian dan cobaan dari Allah yang kian hari akan kita temui? Apakah kita hanya disibukkan dengan kerja duniawi kita yang hanya itu-itu saja, sehingga lupalah kita ini tuk bertegur sapa? jalinkan silaturrahim? kunjung-mengunjungi? besuk saudara kita yang sedang sakit? atau bahkan terlupa dalam menghadap Allah?

Kita selalu berdalih, "Ini kan kerja, sesuatu yang wajib, apa lagi sudah berkeluarga". Tidak salah, dan sangat benar. Tetapi, coba kita lihat diri kita, SIAPA, DARI MANA dan AKAN KEMANA kita ini.

Jangan sampai kita menajadi seseorang yang pagi harinya hanya bersiap dan berangkat kerja, dan sore harinya hanya bersiap pulang terus beristirahat untuk kerja duniawi esok hari dan begitulah setiap harinya tanpa ada hal lain yang berubah dalam kita kecuali duniawi yang kian menjadikan kita lupa pada ALLAH.